Blogger news

Life is like camera. Focus on what's important. Capture the good times. Develop from the negatives. And if things don't work out, just take another shoot

Sabtu, 13 Juni 2015

Sekali Saja, Biarkan Aku Menjadi Wanita Egois...



Bagaimana bisa hati yang ku jaga agar tak banyak menuntut ini menghianatiku? Menghianati pemilik yang selalu membisikkan kata sabar? Menghianati otak yang selalu ingin dia tak terlalu berdebar karena marah?  Bagaimana bisa, saat logikaku berkata ‘lupakan, dia bukan milikmu’ namun hatiku selalu berkata ‘bahkan sekedar senyumnya, aku tak mampu melupakan’. Bagaimana bisa hatiku ingin memiliki seseorang yang otakku telah mengetahui ia sudah ada yang memiliki?
Malam ini bukan gundah saja yang ku rasakan, air mata yang ku cegah untuk jatuh pun tak terhindarkan mengalir begitu saja. Aku merindukannya. Sosok yang akhir akhir ini namanya sering menghiasi layar ponselku. Yang beberapa hari lalu harus ku relakan dan harus ku usir dari kehidupanku – tidak, aku tak mengusirnya, aku hanya menyuruhnya pergi, dan membiarkan hatiku menghempaskan rasa yang seharusnya tak pernah ada, rasa yang seharusnya tak hadir di antara aku dan dia, dia dan kekasihnya.
Berkali kali aku berkata, aku harus melupakannya.
Pertemanan yang seharusnya tak kunodai dengan perasaan kecil bernama cinta, harus ku relakan menyakiti diriku dengan hadirnya rasa itu. Seharusnya aku tak memberinya celah untuk hadir, perasaan itu harusnya jauh dari hatiku. Seharusnya tak ku biarkan hatiku jatuh begitu saja, sebelum aku tahu akan benar benar ada yang menangkapnya. Namun bodohnya, aku menjatuhkannya, tanpa alasan, begitu saja, meskipun aku tahu dia takkan menangkapnya. Karena, dia sudah menggenggam, memeluk sebuah hati yang begitu berharga. Lalu? Apa yang aku harapkan? Namun, cinta tak pernah megenal akan jatuh kepada siapa hatinya, ditangkap atau dibiarkan terhempas, cinta akan tetap menjadi seusatu yang menyenagkan. Ya, aku tersakiti, namun aku juga merasa terberkati.
Entahlah, aku tak benar benar merasa hatiku terhempas begitu saja, ada yang membuatnya tak benar benar pecah belah karena tak ditangkap. Karena, ia membuatnya terbang. Terbang begitu tinggi. Aku tak pernah tahu, mantra apa yang ia gunakan, sehingga hatiku bisa terbang dan mengambang indah di udara. Yang ku dengar, ia selalu berbisik, dia takkan membiarkanku jatuh, dia selalu di belakangku. Aku percaya, benar benar percaya. Tak banyak yang ku harapkan, tak banyak yang ku tuntut. Tak pernah ada alasan untukku menuntutnya melepaskan pelukan pada hati yang sudah ia peluk. Bahkan tak pernah terpikirkan olehku untuk merebut posisi hati itu dan menggantinya dengan hatiku. Karena, bahkan tanpa ia minta, tanpa ia curi dengan sengaja, hatiku sudah menjadi miliknya, dan aku rela. Rela, sekalipun hatiku hanya dibiarkan terbang tanpa pernah ia peluk.
Bahkan seandainya ia pergi, aku akan rela meskipun nantinya hatiku jatuh dan pecah berkeping keping, karena aku tahu, dia pernah ada.
Namun, kali ini, entah perasaan apa yang begitu hebatnya memporak porandakan hatiku. Mengacaukan semua pertahanan yang aku bangun. Menghancurkan semua dinding batasan yang selama ini membatasi hatiku. Aku, ingin memilikinya. Memiliki hatinya, aku ingin memeluk hatinya. Tolong. Biarkan aku menjadi egois, sekali saja :’)
Wanita yang hatinya berkhianat dari logikanya.
Wanita yang hatinya bersihkeras untuk bertahan, meskipun logikanya tahu – bahwa hati (pria) itu takkan pernah bisa untuk dipeluk olehnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar