ironisnya, akulah orang yang tak pernah baik baik saja."
"lucunya, dalam setiap malamku, mataku tak pernah mampu terpejam tanpa pertanyaan 'apakah ia baik baik saja?'.
ironisnya, masih aku lah orang yang tak pernah baik baik saja."
Aku tak pernah benar benar berhenti untuk peduli. Sekuat apapun aku
mencoba, kamu selalu berhasil membuatku menoleh ke arah yang seharusnya tak
pernah boleh (lagi) untuk ku tengok, lirik ataupun ku ambil kembali. Nyatanya,
aku tak pernah benar benar berlalu. Aku masih disitu. Berdiri di tempat yang
sama. Seperti pertama kali engkau menemukanku. Entahlah, ku dengar kau pergi. Dan
tak lagi kembali. Entah apa yang sedang ku nanti, seiring waktu kutemukan
tangan tangan yang ingin mengajakku pergi dan berlalu, ironisnya, diamku
membisu, bukan ku menolak, namun aku tak begitu ingin pergi dari tempatku. Aku berdiri
diam mematung, dari tangan tangan lain itu, ku harap salah satunya masih (ada)
tanganmu. Aku tahu, harapanku terlalu jauh, untuk memimpikanmu berada di
dekatku, kembali menemuiku di tempat yang sama seperti dulu.
Aku heran, kenapa aku masih begitu khawatir akan apapun yang terjadi
padamu. Bukankah ada dia yang
seharusnya – atau sebut saja lebih berhak untuk mengkhawatirkanmu, bukan aku. Aku
bahkan sadar jika bukan tugasku untuk membahagiakanmu, sekalipun hanya untuk
memikirkannya, itu bukan tugasku. Namun nyatanya, aku begitu ingin melihatmu
tersenyum bahagia – sekalipun itu tak lagi melibatkanku di dalamnya. Aku tau,
seberapa kecil artiku untuk mengisi harimu. Yang ingin kau tahu, bagaimana
besarnya arti hadirmu untukku.
Bahagiamu, itu bahagiaku.
Resahmu, sakitmu, kacaumu, aku juga merasakannya.
Kau pergi? Hei coba kau berjalan mundur, bukan – aku tak sedang memintamu
untuk kembali, coba saja berjalan mundur aku hanya ingin kau tau aku masih berada
disitu. Aku bahkan tak menanti siapapun untuk menyelamatkanku kali ini, aku
sedang menikmati apa yang ku sebut luka namun memberiku bahagia, sepertinya
cinta is a new kind masochist
bagiku.
Demi apapun, aku masih ingin memberikan apa yang kumampu ku berikan
untukmu, sekalipun itu ruang terjauh yang kau minta untuk berjarak padaku, aku
rela. Aku takkan memohon kau datang dengan senyum dan kembali berjalan di
belakangku, menerbangkanku dengan apapun itu dulu yang kau beri untukku. Karena,
aku masih di tempat yang sama, masih terbang sekalipun aku terluka, aku takkan
jatuh hanya karena kau pergi menjauh. Satu satunya alasanku tetap tinggal dan tak
beranjak ialah aku masih begitu mencintaimu.
Aku akan tetatp tinggal sekalipun cahaya yang memberikan sekelebat
bayanganmu untuk menemaniku mulai meredup dan sekaligus memudarkan bayanganmu,
ku harap kau tahu, aku akan tetap tinggal. Bukanku tak mau berusaha untuk
berjalan maju dan memulai semua yang baru, hanya saja aku begitu merasa nyaman
dengan semua tentangmu, yang kau tinggal – bersamaku.
Hei, aku masih di tempat yang sama seperti
pertama kali kau menemukanku.
Seperti janjiku padamu, sebelum kau berlalu:
“Jikalau
nanti kau rasa lenyap akan hadirku
karena
mentari selalu silaukan sapaku
atau
karena pendar lampu samarkan kedipku
tentu
kau tahu,
seperti
yang sering ku lagukan padamu
aku
tak pernah berpindah posisiku
aku
masih di situ
Aku
masih di tempat yang dulu
seperti
pertama kali ku menyapamu,
bahkan
sekalipun kau lupa sebutku
dan
jika nanti kau ingat kembali hadirku
kau
masih akan tetap temukanku
di
tempat yang sama seperti dulu” - Bintang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar