Blogger news

Life is like camera. Focus on what's important. Capture the good times. Develop from the negatives. And if things don't work out, just take another shoot

Senin, 31 Agustus 2015

Terimakasih



Terimakasih.
Iya, terimakasih. Sepertinya sudah saatnya aku harus mengucapkan terimakasih untuk semuanya. Seringkali aku membatalkan niatku untuk berterimakasih padamu, karena aku masih berharap untuk menjadi bagian ceritamu. Sahabatmu. Seringkali aku masih berharap bisa menyebutmu sebagai seorang sahabat tanpa canggung, tanpa harus menggigit bibir karena harus mengingat pahit ‘status’ masalalu. Ah tapi sepertinya aku harus memupuskan harapanku. Kau berbeda. Jaaaaaauh berbeda dari seorang yang ku kenal lalu. Aku tak lagi bisa membagi ceritaku, aku tak sebebas dulu memburu rindu, kamu bukan lagi orang yang mau merangkulku untuk tenangkan emosiku, bahkan mungkin kamu sudah lupa bagaimana lirik lagu ‘hamtaro’ favoritku.
Mungkin semua salahku, terlalu menyakitimu. Bukan maksudku seperti itu. Aku takkan banyak memburumu dengan penjelasanku karena aku tahu itu tak lagi penting untukmu. Namun biarkan aku berterimakasih, terimakasih pernah menjadi bagian ceritaku. Menjadi seorang yang pernah mengusap air mataku. Seorang yang pernah terburu buru pergi menjemputku ke kos dengan tangan masih penuh sambal hanya karena mendengar suara parauku menangis di ujung telpon. Seorang yang pernah memelukku dalam rinai hujan. Seseorang yang rela berbagi sepiring nasi denganku. Seorang yang berlari dan tergesa gesa bersamaku saat sedang asyik makan di dekat danau hanya karena penjualnya terburu buru pergi menghindari kejaran satpol PP. Pria yang diam saja saat aku gemas dan menggit kuli tipis lengannya. Pria yang pernah benar benar menyayangiku.
Terimakasih untuk semua waktu yang pernah kau berikan.
Terimakasih untuk semua sedih senang tawa tangis, yang pernah kita bagi.
Terimakasih pernah menjadi seorang yang mau kugenggam dan kuremas jemarinya saat gundah menghampiriku.
Terimakasih untuk buku, coklat, bunga, warna warni peralatan menggambar, mie kuah, bakso, kulit ayam Mbak Supik dan jalan jalan malam kita.
Aku takkan lagi mencegahmu untuk berlari, karena memang seharusnya kamu berlari. Pergilah, berbahagialah. Jangan jadikan aku seorang yang selamanya membayangi kebahagiaanmu, aku bukan seorang yang pantas untuk berjalan seiring denganmu. Untuk segala yang pernah ku berikan dan yang pernah kau ambil dariku, aku mengikhlaskannya sepenuh hatiku. Untuk segenap hari hariku bersamamu, aku ucapkan syukur sebesar dunia ini mampu kutapaki kakiku untuk berjalan. Untuk setiap hal yang tak mampu ku berikan, termasuk rasa yang selalu ingin ku berikan – rasa yang selalu kucoba belajar untuk kutumbuhkan, aku mohon maaf. Percayalah, jauh dalam hatiku, aku menyayangimu sebagai seorang yang ingin selalu aku ajak berbagi. Ku harap, aku bisa selalu menyebutmu, Kakak, sahabat, teman, dan inyoku. Lebih dari itu, aku tak pernah bisa menjajikan apapun.
Terimakasih telah membiarkanku hadir, mengacaukan apa yang semesta ingin jalankan untukmu.
Aku merindukan sosok teman sepertimu.
Jika ku boleh meminta sesuatu, aku berharap aku tak pernah merubah status pertemanan kita menjadi status lain jika pada akhirnya aku harus kehilangan orang sepertimu.
Jika aku boleh kembali dan memperbaiki semuanya, aku ingin kembali dimana saat kita saling tak canggung menyebutkan nama orang yang sedang mengisi hati kita. Bukan aku, bukan kamu.
Jika aku diizinkan untuk memohon dan kan kau kabulkan, aku mohon jadilah temanku, lagi.

Rabu, 05 Agustus 2015

jarak. dan sebuah jawaban.

aku tak pernah benar benar memilikimu, dan entah dengan apa caramu kau berhasil memilikiku.
kau berhasil membawa 'sebuah hati'.
hatiku.

dan kau membuatku merindukanmu.

hilang.

dengan perpisahan paling manis yang mampu kau berikan.
3 detik. 3 detik saja. kau berhasil membuatku memipikanmu dalam lelap dan terjagaku.

rinduku, lebih menyiksa dari rindu manapun yang pernah aku rasakan.

aku tahu bintang tak pernah hilang. begitupun kamu.
namun awan gelap yang datang, tetap tak pernah membuatku tenang.
tanpa kabar, kau hilang.

baiklah.
aku tahu, kau takkan pernah menyebut ini sebuah perpisahan. karena akupun tak mau menyebutnya begitu.

aku tak pernah tau apa yang bergulir di hatimu, harimu, saat jarak ini mengacaukan jangkauku padamu.

karena aku tak pernah benar benar memilikimu. dan aku tak pernah benar benar tau isi hatimu. biarkan aku mengharapkan satu hal.

jika satu hari nanti, pertemuan itu hadir. ku berharap apapun isi hatimu, masih di dalam kadar yang sama seperti kita terakhir bertemu. karena kupastikan milikku masih sama, dan mungkin 'lebih banyak' berkembang karena ditetesi air air kerinduan.

namun apabila yang kau rasakan jauh berkurang bahkan hilang, yang ku tahu hanya satu hal. aku akan benar benar merelakanmu pergi, seperti yang selalu aku janjikan.